25 Nov 2015

Apa Kata Jokowi Di Hari Guru Nasional ke-25

Peran guru dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia sungguh besar dan sangat menentukan. Guru merupakan salah satu komponen yang strategis dalam menentukan keberhasilan pendidikan yang meletakkan dasar serta turut mempersiapkan pengembangan potensi peserta didik untuk mencapai tujuan nasional mencerdaskan bangsa. Sejak masa penjajahan, guru selalu menanamkan kesadaran akan harga diri sebagai bangsa dan menanamkan semangat nasionalisme kepada peserta didik dan masyarakat. Pada tahap awal kebangkitan nasional, para guru aktif dalam organisasi pembela tanah air dan pembina jiwa serta semangat para pemuda pelajar.
Sejarah mencatat, perjuangan guru dalam melahirkan kader bangsa banyak mengalami tantangan. Tekanan politik bahkan tekanan fisik melahirkan inspirasi bagi lahirnya sebuah organisasi guru yang independen. Dan tepatnya pada tanggal 25 November 1945, seratus hari setelah Indonesia merdeka, di Surakarta, Jawa Tengah, puluhan organisasi guru berkongres, bersepakat, berhimpun dan membentuk satu-satunya wadah organisasi guru, dengan nama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Organisasi guru lahir sebagai organisasi yang bersifat unitaristik, independen, dan nonpolitik praktis, adalah organisasi profesi, perjuangan, dan ketenagakerjaan, yang selalu berupaya mewujudkan guru yang profesional, sejahtera, dan bermartabat, dalam rangka meningkatkan mutu perndidikan di Indonesia, yang kemudian secara kontinue pada setiap tanggal 25 November dijadikan Hari Guru Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994.
Mengambil tema "Memantapkan Soliditas dan Solidaritas PGRI sebagai Organisasi Profesi Guru yang Kuat dan Bermartabat" puncak peringatan Hari Guru Nasional ke-70 yang diadakan di Istana Negara pada 25 November 2015, merupakan ajang kematangan bagi para pejuang dunia pendidikan untuk senantiasa mampu melahirkan berbagai inovasi pendidikan nasional dan melahirkan anak didik yang mampu berperan aktif dalam membangun cita-cita bangsa. 
Guru itu bukan hanya sebuah pekerjaan, tetapi guru adalah menyiapkan sebuah masa depan. Ini yang harus digarisbawahi. Sekali lagi, menyiapkan sebuah masa depan. Dan saya meyakini bahwa karya guru-guru akan melukis wajah masa depan Republik Indonesia. Kualitas manusia Indonesia di masa depan ditentukan oleh guru-guru kita hari ini, demikian sebagian amanat yang disampaikan Ir. Jokowi, Presiden RI ke-7 dalam sambutannya pada Peringatan Hari Guru Nasional.
Lebih jauh Jokowi menyampaikan, bahwa Guru adalah agen perubahan karakter bangsa. Perubahan karakter bangsa bisa dimulai di kelas-kelas, di mulai di sekolah-sekolah. Sekolah bukan hanya tempat menuntut ilmu pengetahuan, melainkan arena pembelajaran bagi anak-anak kita dalam membentuk karakter mereka.
Guru, pada saat ini harus mampu melihat kondisi sosial yang ada. Tantangan dalam membentuk karakter anak didik bersaing dengan kondisi sosial yang jauh lebih banyak dapat mempengaruhi karakter anak didik. Jokowi mengingatkan, bahwa peran media elektronik, media sosial dan media online lainnya sangat mempengaruhi karakter-karakter anak-anak kita. Hati-hati, tandasnya.
Pembangunan karakter bangsa sangat penting bagi kita dalam menjawab tantangan dalam kompetisi abad ke-21. Bangsa kita akan bisa menjadi bangsa pemenang jika memiliki karakter sebagai bangsa pemenang, bukan bangsa pecundang.

Persaingan sekarang bukan antar kota, bukan antar kabupaten, bukan antar propinsi, tetapi sudah antar negara. Tidak bisa kita hindari. Sudah sebentar lagi, nanti 1 Januari sudah dibuka yang namanya Asean Economy Community. Masyarakat Ekonomi Asean. Sudah tidak bisa kita tolak lagi. Mobilisasi barang, mobilisasi orang antara negara sudah akan begitu sangat cepatnya. Persaingan, kompetisi antar individu, antar bangsa juga sangat cepat sekali. 
Kalau Guru hanya ahli dan terampil dalam mentransfer materi pembelajaran, maka suatu saat peranan guru akan diganti dengan media teknologi informasi, Sahertian - 1992

Download Pedoman Hari Guru Nasional ke-25, DISINI

24 Nov 2015

Struktur Revolusi Ilmiah Thomas Kuhn (Kuhn’s The Structure Of Sciencetific Revolution)

PENDAHULUAN
Seiring berjalan waktu tidak sedikit teori-teori yang ditemukan dalam hal dunia sains, apalagi ditunjang tekhnologi yang sangat mumpuni.Dengan kemajuan tekhnologi yang sangat pesat, maka banyak penemuan-penemuan yang sepertinya begitu mudah didapat dari mulai teori-teorinya sampai pelaksanaanya. Sudah banyak dari penemuan-penemuan tersebut yang  diterapkan diantaranya dibidang pendidikan ekonomi, social, budaya dll. Dari teori-teori baru tidak menutup kemungkinan akan merubah pandangan,pola pikir yang kita jumpai dimasyarakat. Dalam hal ini Thomas Kuhn menyebutkan dalam bukunya “ munculnya teori atau penemuan baru.
Thomas Kuhn mengatakan bahwa paradigma adalah suatu cara pandang, nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar atau memecahkan suatu masalah yang dianut oleh suatu masyarakat ilmiah pada suatu tertentu. Apabila suatu cara pandang tertentu mendapat tantangan dari luar atau mengalami krisis, kepercayaan terhadap cara pandang tersebut menjadi luntur, dan cara pandang yang demikian menjadi kurang berwibawa, pada saat itulah menjadi pertanda telah terjadi pergeseran paradigma. Bahwa kita dapat memahami pendapat Thomas Kuhn tentang paradigma itu sendiri yaitu suatu teori yang akan kita pakai, gunakan, terapkan/paparkan berdasarkan dari pengujian-pengujian sikap atau perilaku dalam anggota;anggota masyarakat ilmiah yang sudah ditetapkan menurut teori sebelumnya. Paradigma, digunakan untuk semua nilai-nilai, keyakinan, teknik dan semua yang pernah dilakukan oleh anggota-anggota masyarakat yang sudah sah.              

PEMBAHASAN
Konsep Paradigma Thomas Kuhn
Dalam perkembangan sejarahnya, ilmu dipandang sebagai aktivitas yang murni dan tidak terikat oleh kekuasaan dan ideologi serta bebas dari nilai subyektivitas. Dan kepercayaan inipun sampai sekarang masih banyak diyakini oleh banyak orang. Pengetahuan yang ada dalam teori juga banyak diyakini keobyektivitasannya baik dalam ilmu alam maupun ilmu sosial. Tetapi seiring dengan perkebangan filsafat keilmuan, asumsi tersebut banyak terkikis dan menyatakan bahwa sebuah teori ilmu pengetahuan sangat terkait dengan ideologi yang melatarbelakangi corak berfikirnya. Seorang ilmuwan yang corak pemikirannya positif pasti hasil penelitiannya tidak akan jauh dari prosedur yang positif, begitu pula yang lainnya.
Dalam perdebatan antara murni tidaknya sebuah pengetahuan, menarik minat Thomas Kuhn untuk ikut serta dalam kancah polemik ini. Karya monumentalnya yang berjudul “The Structure of Scientific Revolutions”, banyak mengubah presepsi orang tentang ilmu. Jika sebagian orang mengatakan bahwa ilmu bersifat linier-akumulatif, maka tidak demikian dengan pandangan Kuhn. Menurutnya, ilmu bergerak melalui tahapan-tahapan yang akan berpuncak pada kondisi normal yang kemudian usang “membusuk” karena digantikan oleh ilmu atau pandangan baru. Pandangan baru akan mengancam pandangan lama yang sebelumnya juga menjadi paradigma baru.
Thomas Kuhn berpendapat bahwa suatu ilmu pengetahuan terikat oleh ruang dan waktu, maka suatu paradigma hanya cocok dan sesuai untuk permasalahan yang ada pada saat tertentu saja, sehingga apabila dihadapkan pada permasalahan yang berbeda dan kondisi yang berlainan, maka perpindahan dari suatu paradigma ke paradigma yang baru dan sesuai adalah suatu keharusan. Kuhn menjelaskan paradigma dalam dua pengertian. Disatu pihak, berarti keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota masyarakat. Dilain pihak paradigma menunjukkan sejenis unsur pemecahan teka-teki yang kongkret, yang jika digunakan sebagai model, pola atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang secara eksplisit sebagai dasar bagi pemecahan permasalahan dan teka-teki normal sains yang belum terpecahkan.
Thomas Kuhn memandang ilmu dari prespektif sejarawan profesonal tertentu. Ia mengeksplorasi tema-tema yang lebih besar, misalnya seperti apakah sesungguhnya ilmu itu didalam prakteknya yang nyata, dan dengan analisis kongkret dan empiris. Didalam “The Structure…” ia menyatakan bahwa ilmuwan bukanlah penjelajah berwatak pemberani yang menemukan kebenaran-kebenaran baru. Mereka lebih mirip para pemecah teka-teki yang bekerja didalam pandangan dunia yang sudah mapan. Kuhn memakai istilah “paradigma” untuk menggambarkan keyakinan yang mendasari upaya-upaya pemecahan teka-teki di didalam ilmu. Menurutnya ilmu berkembang melalui siklus-siklus ; ilmu normal diikuti dengan revolusi yang diikuti lagi oleh ilmu normal dan kemudan didikuti lagi oleh revolusi.
Kuhn berusaha menjadikan teori tentang ilmu lebih lebih cocok dengan situasi sejarah. Dengan demikian diharapkan filsafat ilmu lebih mendekati kenyataaan ilmu dan aktifitas ilmiah sesungguhnya. Menurutnya ilmu harus berkembang secara revolusioner bukan secara komulatif sebagaimana anaggapan kaum rasionalis dan empiris. Sehingga dalam teori Kuhn, faktor sosiologis, historis, serta psikologis ikut berperan.
Adapun pandangan Kuhn tentang perkembangan ilmu dan revolusi ilmiah melaui tahapan-tahapan atau skema-skema. Skema tersebut adalah sebagai berikut : Pra Paradigma – Pra Sience, Pradigma normal Science, Paradigma-Anomali-krisis – revolusi Sains – Ilmu Normal Baru – Krisis Baru. Jika dijelaskan sebagai berikut :

Pra Paradigma – Pra Science
Pada tahap ini aktivitas-aktivitas ilmiah dilakukan secara terpisah dan tidak terorganisir. Hal tersebut dikarenakan oleh tidak adanya persetujuan yang kecil dan bahkan tidak adanya persetujuan tentang subyek matter, problem dan prosedur diantara para ilmuwan. Hal ini juga disebabkan karena tidak adanya suatu pandangan tersendiri yang diterima oleh semua ilmuwan tentang suatu teori. Disamping itu, ada ilmuwan yang membuat kombinasi dan modifikasi lain yang masing-masing aliran tersebut mendukung teorinya sendiri-sendiri. peristiwatersebut berlangsung selama kurun waktu tertentu sampai suatu paradigma tunggal diterima oleh semua aliran yang dianut ilmuwan tersebut. Dan ketika paradigma tunggal diterima, maka jalan menuju normal science mulai ditemukan.
Paradigma Normal Science
Pada tahap ini, aktivitas yang mengawali pembentukan suatu ilmu menjadi tersusun dan terarah yang dianaut oleh masyarakat ilmiah, suatu paradigma yang terdiri dari asumsi-asumsi teoritis yang umum dari hukum-hukum serta teknik-teknik untuk penerapanya diterima oleh para anggota komunitas ilmiah. Pada tahap kedua ini, tidak terdapat sengketa pedapat mengenai hal-hal yang fundamental diantara para ilmuwan. Sehingga paradigma tunggal diterima oleh semuanya.Paradigma tunggal yang telah diterima tersebut dilindungi dari kritik dan falsifikasi sehingga ia tahan dari berbagai kritik dan falsifikasi

Anomali-Krisis
Dalam wilayah normal science, seringkali ada permasalahan yang tidak terselesaikan dan banyak diantaranya amat penting menurut asumsi ilmuwan. Yang pada akhirnya akan muncul keganjilan, ketidaksepakatan dan penyimpangandari hal-hal yang biasa. Maka oleh Kuhn situasi ini disebut anomali. Jika anomali semakin banyak, hingga suatu komunitas ilmiah mengumpulkan data-data yang tidak sejalan dengan pandangan paradigma mereka, serta mulai mempersoalkan kesempurnaan paradigmanya, maka semenjak itu ilmu tesebut masuk dalam masa krisis. Biasanya krisis ini timbul setelah mengalami sains normal dalam waktu yang lama, dan hal ini merupakan suatu fase yang harus dilewati untuk menuju kemajuan ilmiah. Karena adanya krisis, suatu komunitas ilmiah akan berusaha menyelesaikan krisis tersebut, hal inilah yang disebut proses sains luar biasa. Pada proses sains luar biasa ini, komunitas ilmiah akan dihadapkan pada dua pilihan, apakah akan kembali pada cara-cara lama atau berpindah pada sebuah paradigma baru, jika memilih yang kedua maka terjadilah apa yang disebut Kuhn “ Revolusi Sains”.

Revolusi Sains – Ilmu Normal – Krisis Baru
Revolusi sains merupakan episode perkembangan non-komulatif, dimana paradigma lama diganti sebagian atau seluruhnya dengan paradigma baru yang bertentangan. Oleh karena itu menurut Kuhn perkembangan ilmu itu tidak secara komulatif atau evolusioner, tetapi secara revolusioner yakni membuang paradigma lama dan mengambuil paradigma baru yang berlawanan. Paragigma baru tersebut dianggap dan diyakini lebih dapat memecahkan masalah untuk masa depan. Melalui revolusi sains inilah menurut Kuhn revolusi akan terjadi.
Apabila paradigma baru dapat diterima dan dapat bertahan dalam kurun waktu tertentu, maka ilmu tersebut akan menjadi ilmu normal yang baru, dan kemungkinan akan ditemukan anomali-anomali dan terjadi krisis baru begitu seterusnya. Menurutnya tidak ada paradigma yang sempurna dan terbebas dari kelainan-kelainan. Sehingga konsekuensinya ilmu harus mengandung suatu cara untuk mendobrak keluar dari satu paradigma ke paradigma lain yang lebih baik, inilah fungsi revolusi.



PENUTUP
Kesimpulan
Kuhn berpendapat bahwa suatu ilmu pengetahuan terikat oleh ruang dan waktu, maka suatu paradigma hanya cocok dan sesuai untuk permasalahan yang ada pada saat tertentu saja, sehingga apabila dihadapkan pada permasalahan yang berbeda dan kondisi yang berlainan, maka perpindahan dari suatu paradigma ke paradigma yasng baru dan sesuai adalah suatu keharusan. Kuhn menjelaskan paradigma dalam dua pengertian. Disatu pihak, berarti keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota masyarakat. Dilain pihak paradigma menunjukkan sejenis unsur pemecahan teka-teki yang kongkret, yang jika digunakan sebagai model, pola atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang secara eksplisit sebagai dasar bagi pemecahan permasalahan dan teka-teki normal sains yang belum terpecahkan.
Perkembangan ilmu dan revolusi ilmiah melaui tahapan-tahapan atau skema-skema. Skema tersebut adalah sebagai berikut : Pra Paradigma – Pra Sience, Pradigma normal Science, Paradigma Anomali krisis, Revolusi Sains Ilmu Normal Baru – Krisis Baru.

Saran

Ilmu terikat oleh ruang dan waktu oleh karena itu ilmu bergerak dari tahap ke tahap. Ilmu yang lama dapat membusuk jika dihadapkan pada permasalahan dan kondisi yang berbeda.

23 Nov 2015

Konsep Dasar Manajemen Peserta Didik

A. Pengertian Manajemen Peserta Didik
Manajemen peserta didik dapat diartikan sebagai usaha pengaturan terhadap peserta didik mulai dari peserta didik tersebut masuk sekolah sampai dengan mereka lulus sekolah.  Knezevich (1961) mengartikan manajemen peserta didik atau pupil personnel administration sebagai suatu layanan yang memusatkan perhatian pada pengaturan, pengawasan dan layanan siswa di kelas dan di luar kelas seperti: pengenalan, pendaftaran, layanan individual seperti pengembangan keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan sampai ia matang di sekolah.
Secara sosiologis, peserta didik mempunyai kesamaan-kesamaan. Adanya kesamaan-kesamaan yang dipunyai anak inilah yang melahirkan kensekuensi kesamaan hak-hak yang mereka punyai. Kesamaan hak-hak yang dimiliki oleh anak itulah, yang kemudian melahirkan layanan pendidikan yang sama melalui sistem persekolahan (schooling). Dalam sistem demikian, layanan yang diberikan diaksentuasikan kepada kesamaan-kesamaan yang dipunyai oleh anak. Pendidikan melalui sistem schooling dalam realitasnya memang lebih bersifat massal ketimbang bersifat individual.
Layanan yang lebih diaksentuasikan kepada kesamaan anak  yang bersifat massal ini, kemudian digugat. Gugatan demikian, berkaitan erat dengan pandangan psikologis mengenai anak. Bahwa setiap individu pada hakekatnya adalah berbeda. Oleh karena berbeda, maka mereka membutuhkan layanan-layanan pendidikan yang berbeda.
Layanan atas kesamaan yang dilakukan oleh sistem schooling tersebut dipertanyakan, dan sebagai responsinya kemudian diselipkan layanan-layanan yang berbeda pada sistem schooling tersebut.
Adanya dua tuntutan pelayanan terhadap siswa,– yakni aksentuasi pada layanan kesamaan dan perbedaan anak–, melahirkan pemikiran pentingnya manajemen peserta didik  untuk mengatur bagaimana agar tuntutan dua macam layanan tersebut dapat dipenuhi di sekolah. Baik layanan yang teraksentuasi pada kesamaan maupun pada perbedaan peserta didik, sama-sama diarahkan agar peserta didik berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.

B. Tujuan dan Fungsi Manajemen Peserta Didik

Tujuan umum manajemen peserta didik adalah: mengatur kegiatan-kegiatan peserta didik agar kegiatan-kegiatan tersebut menunjang proses belajar mengajar di sekolah; lebih lanjut, proses belajar mengajar di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan secara keseluruhan.
Tujuan khusus manajemen peserta didik adalah sebagai berikut:

  1. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan psikomotor peserta didik.
  2. Menyalurkan dan mengembangkan kemampuan umum (kecerdasan), bakat dan minat peserta didik.
  3. Menyalurkan aspirasi, harapan dan memenuhi kebutuhan peserta didik.

Dengan terpenuhinya 1, 2, dan 3 di atas diharapkan peserta didik dapat mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang lebih lanjut dapat belajar dengan baik dan tercapai cita-cita mereka.
Fungsi manajemen peserta didik secara umum adalah: sebagai wahana bagi peserta didik untuk mengembangkan diri seoptimal mungkin, baik yang berkenaan dengan segi-segi individualitasnya, segi sosialnya, segi aspirasinya, segi kebutuhannya dan segi-segi potensi peserta didik lainnya.
Fungsi manajemen peserta didik secara khusus dirumuskan sebagai berikut:
Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan individualitas peserta didik, ialah agar mereka dapat mengembangkan potensi-potensi individualitasnya tanpa banyak terhambat. Potensi-potensi bawaan tersebut meliputi: kemampuan umum (kecerdasan), kemampuan khusus (bakat), dan kemampuan lainnya.
Fungsi yang berkenaan dengan pengembangan fungsi sosial peserta didik ialah agar peserta didik dapat mengadakan sosialisasi dengan sebayanya, dengan orang tua dan keluarganya, dengan lingkungan sosial sekolahnya dan lingkungan sosial masyarakatnya. Fungsi ini berkaitan dengan hakekat peserta didik sebagai makhluk sosial.
Fungsi yang berkenaan dengan penyaluran aspirasi dan harapan peserta didik, ialah agar peserta didik tersalur hobi, kesenangan dan minatnya. Hobi, kesenangan dan minat peserta didik demikian patut disalurkan, oleh karena ia juga dapat menunjang terhadap perkembangan diri peserta didik secara keseluruhan.
Fungsi yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan peserta didik ialah agar peserta didik sejahtera dalam hidupnya. Kesejahteraan demikian sangat penting karena dengan demikian ia akan juga turut memikirkan kesejahteraan sebayanya.

C. Prinsip-Prinsip Manajemen Peserta Didik

Yang dimaksudkan dengan prinsip adalah sesuatu yang harus dipedomani dalam melaksanakan tugas. Jika sesuatu tersebut sudah tidak dipedomani lagi, maka akan tanggal sebagai suatu prinsip. Prinsip manajemen peserta didik mengandung arti bahwa dalam rangka memanaj peserta didik, prinsip-prinsip yang disebutkan di bawah ini haruslah selalu dipegang dan dipedomani. Adapun prinsip-prinsip manajemen peserta didik tersebut adalah sebagai berikut:
Manajemen peserta didik dipandang sebagai bagian dari keseluruhan manajemen sekolah. Oleh karena itu, ia harus mempunyai tujuan yang sama dan atau mendukung terhadap tujuan manajemen secara keseluruhan. Ambisi sektoral manajemen peserta didikB tetap ditempatkan dalam kerangka manajemen sekolah. Ia tidak boleh ditempatkan di luar sistem manajemen sekolah.
Segala bentuk kegiatan manajemen peserta didik haruslah mengemban misi pendidikan dan dalam rangka mendidik para peserta didik. Segala bentuk kegiatan, baik itu ringan, berat, disukai atau tidak disukai oleh peserta didik, haruslah diarahkan untuk mendidik peserta didik dan bukan untuk yang lainnya.
Kegiatan-kegiatan manajemen peserta didik haruslah diupayakan untuk mempersatukan peserta didik yang mempunyai aneka ragam latar belakang dan punya banyak perbedaan. Perbedaan-perbedaan yang ada pada peserta didik, tidak diarahkan bagi munculnya konflik di antara mereka melainkan justru mempersatukan dan saling memahami dan menghargai. Kegiatan manajemen peserta didik haruslah dipandang sebagai upaya pengaturan terhadap pembimbingan peserta didik.
Oleh karena membimbing, haruslah terdapat ketersediaan dari pihak yang dibimbing. Ialah peserta didik sendiri. Tidak mungkin pembimbingan demikian akan terlaksana dengan baik manakala terdapat keengganan dari peserta didik sendiri.
Kegiatan manajemen peserta didik haruslah mendorong dan memacu kemandirian peserta didik. Prinsip kemandirian demikian akan bermanfaat bagi peserta didik tidak hanya ketika di sekolah, melainkan juga ketika sudah terjun ke masyarakat. Ini mengandung arti bahwa ketergantungan peserta didik haruslah sedikit demi sedikit dihilangkan melalui kegiatan-kegiatan manajemen peserta didik.
Apa yang diberikan kepada peserta didik dan yang selalu diupayakan oleh kegiatan manajemen peserta didik haruslah fungsional bagi kehidupan peserta didik baik di sekolah lebih-lebih di masa depan.

D. Pendekatan Manajemen Peserta Didik

Ada dua pendekatan yang digunakan dalam manajemen peserta didik (Yeager, 1994). Pertama, pendekatan kuantitatif (the quantitative approach). Pendekatan ini lebih menitik beratkan pada segi-segi administratif dan birokratik lembaga pendidikan. Dalam pendekatan demikian, peserta didik diharapkan banyak memenuhi tuntutan-tuntutan dan harapan-harapan lembaga pendidikan di tempat peserta didik tersebut berada. Asumsi pendekatan ini adalah, bahwa peserta didik akan dapat matang dan mencapai keinginannya, manakala dapat memenuhi aturan-aturan, tugas-tugas, dan harapan-harapan yang diminta oleh lembaga pendidikannya.
Wujud pendekatan ini dalam manajemen peserta didik secara operasional adalah: mengharuskan kehadiran secara mutlak bagi peserta didik di sekolah, memperketat presensi, penuntutan disiplin yang tinggi, menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Pendekatan demikian, memang teraksentuasi pada upaya agar peserta didik menjadi mampu.

Kedua, pendekatan kualitatif (the qualitative approach). Pendekatan ini lebih memberikan perhatian kepada kesejahteraan peserta didik. Jika pendekatan kuantitatif di atas diarahkan agar peserta didik mampu, maka pendekatan kualitatif ini lebih diarahkan agar peserta didik senang. Asumsi dari pendekatan ini adalah, jika peserta didik senang dan sejahtera, maka mereka dapat belajar dengan baik serta senang juga untuk mengembangkan diri mereka sendiri di lembaga pendidikan seperti sekolah. Pendekatan ini juga menekankan perlunya penyediaan iklim yang kondusif dan menyenangkan bagi pengembangan diri secara optimal.
Di antara kedua pendekatan tersebut, tentu dapat diambil jalan tengahnya, atau sebutlah dengan pendekatan padu. Dalam pendekatan padu demikian, peserta didik diminta untuk memenuhi tuntutan-tuntutan birokratik dan administratif sekolah di satu pihak, tetapi di sisi lain sekolah juga menawarkan insentif-insentif lain yang dapat memenuhi kebutuhan dan kesejahteraannya. Di satu pihak siswa diminta untuk menyelesaikan tugas-tugas berat yang berasal dari lembaganya, tetapi di sisi lain juga disediakan iklim yang kondusif untuk menyelesaikan tugasnya. Atau, jika dikemukakan dengan kalimat terbalik, penyediaan kesejahteraan, iklim yang kondusif, pemberian layanan-layanan yang andal adalah dalam rangka mendisiplinkan peserta didik, penyelesaian tugas-tugas peserta didik.

=====================

Diambil  dan adaptasi dari Materi Pembinaan Kepala  Sekolah. Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Departemen Pendidikan Nasional. 2007)